Pil Pahit Itu Bernama BPJS
Foto: news.detik.com
Saya terpaku membaca pesan yang masuk pada gawai yang
sedang saya gunakan, isinya pemberitahuan tentang tunggakan pembayaran BPJS.
Memang sih, kalau dilihat dari jumlahnya sepertinya
saya sudah menunggak sekitar tiga bulan lebih, kalau dilihat dari jumlahnya
sepertinya masih tarif lama.
Kegelisahan saya bertambah ketika melihat judul berita
salah satu media online yang judulnya kalau tidak salah "Iuran BPJS
Kesehatan Naik, Kalau Nunggak Didenda Hingga Rp. 30 juta".
Karena tidak mau hanya melihat judul saya, coba
membaca lengkap beritanya, setelah membaca lengkap ternyata kita memang bisa
kena denda hingga 30 juta, disitu juga disebutkan bahwa denda itu disebut
sebagai denda layanan, walaupun memang belum diatur dalam Perpres No.75 Tahun
2019.
Di berita tersebut juga disebutkan jika kenaikan iuran
BPJS nanti akan berlaku per tanggal 1 Januari 2020 nanti. Kenaikannya tidak
main-main sampai 100 persen, rinciannya, kelas tiga dari 25 ribu menjadi 42
ribu, kelas dua dari 51 ribu menjadi 100 ribu, kelas satu dari 80 ribu menjadi
160 ribu.
BPJS kesehatan ini memang sudah lama menjadi
kontroversi, sejak pemerintahan SBY hingga hari ini. Banyak pihak yang telah
menolak mentah-mentah sistem asuransi kesehatan plat merah ini. Bayangkan saja
besarannya hampir sama dengan iuran asuransi yang dimiliki swasta.
Nah, yang bikin saya tidak habis pikir adalah
sepertinya Perpres yang pertama yang ditanda- tangani oleh Pemerintahan
Jokowi-Ma’ruf adalah Perpres No.75 tahun 2019 tentang kenaikan tarif BPJS
kesehatan.
Inilah pil pahit pertama Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf
kepada rakyat, padahal janji kampanyenya di periode kedua ini adalah
pembangunan sumber daya manusia, setelah pada jilid pertama banyak mengurusi
infrastruktur.
Saya kira ini bertentangan antara janji dan realitas,
karena bagaimana meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia jika
kesehatannya mahal. Kita semua tahu bahwa salah satu indikator dalam
pembangunan manusia adalah kesehatan.
Pemerintahan Jokowi jilid dua ini jika berpihak kepada
rakyat dan menjalankan fokusnya dalam hal pembangunan manusia seharusnya tidak
menaikkan iuran BPJS. Iuran BPJS yang sedari awal sudah memberatkan malah
justru dinaikkan dengan alasan defisit yang justru berbanding terbalik dengan
gaji para direksi BPJS yang melangit.
Mari kita lihat data APBN 2019, anggaran belanja yang
paling besar ada di kementerian pertahanan sebesar Rp.127,4 Triliun kemudian
disusul kementerian PUPR sebesar Rp.120 Triliun, menurut menteri keuangan ada
peningkatan anggaran pada dua kementerian tersebut dibanding tahun sebelumnya.
Kepolisian sebesar Rp. 90 triliun, kementerian agama
sebesar Rp.65 Triliun, kemudian Kementerian sosial sebesar Rp. 62 Triliun,
justru kementerian Kesehatan mengalami penurunan dari Rp.57,8 Triliun menjadi
sebesar 57,4 triliun.
Dari data diatas menjelaskan bahwa pemerintah
sepertinya mengabaikan kesehatan rakyatnya, besaran anggaran kementerian
Kesehatan berada jauh di bawah kementerian yang lain, menempati posisi keenam
bahkan mengalami penurunan anggaran dari tahun sebelumnya.
Nah, karena pemerintahan jilid dua pak jokowi ini
difokuskan pada pembangunan manusia, seharusnya lebih mencari cara yang solutif
mengatasi masalah tersebut. Bukan malah justru menaikkan iuran. Beberapa hal
yang penulis anggap bisa dilakukan pemerintah baik jangka pendek ataupun jangka
Panjang.
Pertama, Pemerintah harus meningkatkan anggaran
kesehatan, patokan Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah 15 persen dari anggaran
pemerintah, dengan angka yang ada sekarang ini anggaran kesehatan kita
jumlahnya masih pada kisaran 5 persen dari APBN.
Kedua, tahun 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
melaporkan indikasi satu juta klaim fiktif dari rumah sakit kepada BPJS. Pada
tahun 2015 sempat dilaporkan 150 klaim fiktif dengan kerugian mencapai Rp.400
Miliar. Ini perlu diutus tuntas. Agar kelemahan sistem yang ada sekarang segera dibenahi.
Ketiga, jika diperlukan, pemerintah mengevaluasi
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional agar lebih berkeadilan, kita perlu belajar
dari negara-negara Skandinavia yang tetap mempertahankan sektor kesehatannya
sebagai sektor publik.
Kenaikan iuran BPJS ini tentunya akan menambah beban
rakyat, pemerintahan yang baru seharusnya memberikan optimisme dan harapan baru
bagi rakyat, bukan malah diberi pil pahit.(bk)
0 Komentar